Sesuai
judul di atas, sebenarnya aku gak nyangka banget bakal nonton langsung Depapepe
dan ke Gunung Bromo. Karena awalnya aku
pikir, klo Depapepe konser di sini pasti tiketnya mahal dan belom lagi ongkosnya
pula. Selain itu setahu aku juga kalo ke Bromo juga mahal serta ribet
nyambung-nyambung kendaraannya. Pada postingan ini aku gak nyeritain tentang
Depapepenya, tetapi lebih ke cerita tentang ke Bromo.
Tapi..
awal November 2013 kemarin kabar gembira datang. Yaitu salah satu bintang tamu
Jazz Goes to Campus 36th adalah DEPAPEPE! Tiket masuknya cuma Rp
45.000 doang! Itu yang buat hasrat aku untuk nonton semakin tinggi. ! :D
Aku
berangkat berdua dengan temenku, Akbar. Doi mau aku ajak karena ingin jalan-jalan
menghapus kekecewaan klub idolanya AS Roma batal ke Jakarta. *pukpukAkbar*.
Kebetulan juga si Akbar punya temen di Jakarta, jadi kami numpang menginap di
sana. Tepatnya di dekat Stasiun Jatinegara.
Aku
pikir bakal bosen kalo ngabisin waktu di Jakarta doang. Kenapa gak sekalian ke tempat
lain juga mumpung ada waktu. Eeh..aku gak sengaja terbaca
salah satu tulisan blog orang yang nyeritain perjalanannya ke Bromo naik motor. Menurutku asyik juga kayaknya dan tentunya lebih murah daripada naik transportasi umum.
salah satu tulisan blog orang yang nyeritain perjalanannya ke Bromo naik motor. Menurutku asyik juga kayaknya dan tentunya lebih murah daripada naik transportasi umum.
Dua
minggu sebelum berangkat, aku gencar mencari informasi rute yang lebih dekat
dituju dengan bermotor. Dan Malang menjadi pilihan kami dibandingkan melalui
jalur Probolinggo. Aku memilih menyimpan
foto dari hasil screen capture google
maps di pc. Soalnya takut gak ada sinyal sewaktu di jalan nanti.
Rute
perjalanan pun sudah dibuat. Tentunya dengan cara estafet dari Palembang. Dengan rute Stasiun Kertapati – Stasiun
Tanjung Karang - Bakauheni – Merak –
Stasiun Duri – Stasiun Jatinegara. Total semua biaya adalah kurang lebih Rp
100.000. :))
Kemudian
pada hari ketiga di Jakarta dilanjutkan dengan perjalanan kereta api dari
Stasiun Pasar Senen menuju Stasiun Malang. Di stasiun sudah menunggu mas-mas
yang mengantarkan motor sewaan. Namun, motor yang diantar tidak sesuai pesanan
karena doi nganter motor matic. Padahal sebelumnya aku sudah pesen motor manual
saja. Apa boleh buat, kami harus menunggu satu jam untuk mengganti motor
manual.
Sisi
positifnya sih, kami bisa jalan-jalan sebentar di dekat Stasiun Malang. Yaitu
ke Alun-alun tugu bundar di depan Balai Kota Malang. Oh iya sebelumnya juga
makan mie ayam di depan stasiun yang enak, banyak dan harganya murah yaitu Rp
4.000 gan! :D
Setelah
motor datang, kami langsung ke tempat sewa alat outdoor untuk mengambil
sleeping bag yang sudah dipesan sebelumnya. Kami memang berencana pake sleeping
bag dan tidur pondok-pondok yang ada di dekat penginapan.
Kemudian
kami mengisi bensin, lalu langsung
tancap gas mengikuti rute yang sudah tersimpan di hp. Rute yang dilewati adalah
Tumpang, kemudian GubugKlakah dan selanjutnya Desa Ngadas. Jauh sebelum masuk
ke Desa Ngadas, kami mengisi perut sejenak di sebuah warung makan bernama Depot
Arema. Selain mengisi perut juga kami beristirahat sejenak, sholat dan mengisi
baterai hape.
Pemilik
warung yang sangat ramah merasa salut dengan kami berdua dan heran, mengapa gak
rame-rame aja. “Kalo rame-rame kalian bisa tidur di sini. Nanti ada yang jemput
di stasiun. Waktu subuh kita liat sunrise dan paginya baru ke Gunung Bromo.
Tarifnya murah aja kok dek, cuma bla..bla..”. Ternyata si Ibu lagi promosi
rupanya ^^
Perjalanan
kami lanjutkan, si Ibu juga berpesan supaya hati-hati karena kiri kanan jalan
yang kami lewati sangat curam. Salah sedikit bisa jatuh dan muncul di akhirat.
Hahaha.
Jalan
yang dilewati semakin lama semakin menanjak. Dengan lebar kurang lebih 3 meter,
jalan aspal semakin lama berubah menjadi jalan semen cor kotak-kotak yang tidak
rata ditambah dengan tikungan tajam yang membuat kita harus ekstra hati-hati
agar tidak bertabrakan dengan pengendara lain dari arah berlawanan.
Sesampainya
di Desa Ngadas, kami mengisi bensin lagi untuk antisipasi saja walaupun bensin
kami masih ada setengah tangki. Tak lupa berfoto sejenak di gerbang masuk Desa
Ngadas. Disertai kabut yang mulai turun diiringi dengan rintik hujan.
Untung
saja tidak jadi hujan dan awan pun berubah menjadi cerah sesampainya kami di
Pos Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Sebelum masuk, kami harus membayar
terlebih dahulu sebesar Rp 10.000 per orang dan Rp 3.000 untuk motor. Jadi
totalnya Rp 22.000. Tapi bapak penjaganya bilang Rp 15.000 aja berdua. Baik
banget dah.. bisa menghemat uang kami.
Jalanan
ekstrim pun kami lalui lagi. Sekitar 20 menit, pemandangan Padang Savana sudah
mulai terlihat. Aku sungguh terpesona akan keindahannya. Betapa amazing-nya ciptaan Tuhan. Gak bisa
diungkapin dengan kata-kata deh gan!
Dari
jalan cor kemudian berlanjut ke jalan tanah. Perasaan senang yang luar biasa
mengiringi kami melaju dengan santai serta hati-hati menuju Gunung Bromo.
Sesekali kami berpapasan dengan penduduk lokal dan melemparkan senyuman
kepadanya. Bersikap sopan selama di tempat orang adalah hal yang harus kita
lakukan.
Kemudian
Padang Pasir perlahan kami lewati. Sampai pada akhirnya kami sampai di area
parkir motor di bawah Gunung Bromo. Di sana sudah menunggu para penyedia jasa
sewa kuda untuk mendaki hingga ke atas. Harga yang cukup mahal membuat kami
lebih memilih berjalan kaki ke atas dan menaiki anak tangga hingga puncak
Gunung Bromo.
Aroma
belerang tercium sesekali ketika sudah berada di puncak. Pemandangan yang luar
biasa terlihat dari sini. Salah satunya kemegahan Gunung Batok yang berdiri
kokoh. Kemudian Pura Luhur Poten yang nampak dari kejauhan. Kondisi Gunung
Bromo sangat sepi waktu itu. Hanya ada kami berdua dan sepasang bule yang
sedang asyik berfoto berdua dengan mesranya. Membuat kami iri pada mereka..
#deritajomblo. Aku ternyata baru ngerti kenapa waktu itu sangat sepi. Ternyata
para wisatawan biasanya ke Bromo pada pagi hari yaitu setelah menyaksikan
sunrise di Penanjakan 1.
Setelah
turun, kami berbincang-bincang dengan bapak penjaga parkir tentang dimana spot
yang memungkinkan kami tidur dengan sleeping bag. Sebelumnya ada juga dua
remaja yang menawarkan untuk menginap di sekitar tempat parkir, tempat biasa
mereka tidur di sana. Tetapi sayangnya tidak ada listrik. Jadi kami mengikuti
saran bapak tadi menuju ke pondok di dekat penginapan di Cemoro Lawang.
Pondoknya bagus dan rasanya cocok untuk tidur di sini. Bapak tadi juga berpesan
kalo mau ngecas hp di pos keamanan saja.
Di
sekitar pondok ada penjual bakso dengan sepeda motornya. Tanpa pikir panjang,
kami memesan bakso tersebut dengan harga Rp 8.000 per mangkok. Aku ingin
buktiin perkataan temenku kalo makan bakso di sana kuahnya yang panas langsung
berubah menjadi dingin dalam sekejap.
Perut
kenyang, hati pun senang. Kemudian kami berjalan menuju pos keamanan untuk
ngecas hape. Tiba-tiba..
Berlanjut
ke part 2
wah.. seru banget ke bromo naek motor... gw lom pernah k sana... boleh nih jadi alternatip transportasi ke sana... terima kaih udah berbagi...
ReplyDeleteDitunggu kelanjutan petualangannya loh...
Tetep hati2 di jalan gan
DeleteMakasih sudah baca blog saya
:)
Itu nyewa mtornya dimana ya gan?ada nope nya ga?
ReplyDeleteBisa di sini gan @sewamotor
Delete